Jumat, 18 April 2014

Worship Matters (Ringkasan Bab 8)

Ringkasan Bab 8 dari buku Worship Matters karangan Bob Kauflin. Selamat membaca.

Bab 8: Mengagungkan Kebesaran Allah
“Besarlah TUHAN...”, demikianlah Daud mengingatkan kita, “dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga.” (Maz 145:5).
Daud menunjukkan titik awal yang tepat bagi kita untuk menyembah Tuhan dalam ibadah. Ibadah mencakup merenungkan, meninggikan, dan merespon kemuliaan dan keagungan Allah.
Banyak jemaat yang kita pimpin di hari Minggu rindu bergabung dengan kita; mereka sudah mengagungkan kebesaran Allah yang tidak terkira itu sepanjang minggu. Namun perhatian sebagian jemaat ada yang tersita oleh hal-hal lainnya – dari yang sepele hingga yang serius, atau seribu satu macam hal lainnya yang mewarnai kehidupan. Seberapa besarkah Tuhan di mata kita ketika pikiran ini penuh dengan segala macam kekhawatiran dan masalah hidup? Sangat kecil rupanya.
Namun Allah tidak sekecil itu. Ia mahabesar! Mengagungkan dan menghayati kebesaran-Nya adalah inti ibadah yang alkitabiah.
Seorang pemimpin ibadah menggemakan imbauan Daud dalam Mazmur 34:4, “Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!” Prioritas kita yang pertama saat berkumpul adalah memuliakan Tuhan.
Pimpinlah secara jelas dan spesifik. Setiap kali kita memimpin jemaat menyanyikan pujian bagi Tuhan, kita berdiri di hadapan orang-orang yang – sama seperti kita – cenderung lupa siapa Tuhan. Manusia cenderung lupa mengapa Tuhan amat sangat layak disembah. Kita dipanggil untuk mengingatkan mereka dengan jelas dan spesifik, apa yang sudah dinyatakan Tuhan tentang diri-Nya.
John Owen menulis dengan bijak, “Jangan sampai kita menjadi puas dengan pemahaman yang samar-samar tentang kasih Kristus, atau yang sedikit pun tidak menebarkan kemuliaan-Nya ke dalam benak kita.” Konsep-konsep yang tidak jelas tentang Tuhan tidak mendewasakan kita maupun jemaat yang kita pimpin. Jika lagu-lagu kita isinya tidak berbeda dari lagu-lagu kepercayaan lainnya, ini saatnya kita mengubah daftar lagu itu.
Tentu, lagu-lagu bukan teologi sistematika. Lagu adalah puisi, mencakup lambang dan metafora kreatif – pohon-pohon bertepuk tangan, lautan menggemuruh. Namun jangan sampai lagu-lagu kabur maknanya atau pun memuat arti ganda. Seharusnya lagu-lagu dapat dengan akurat berbicara tentang Tuhan dan memuji satu-satunya Tuhan yang sudah menyatakan diri-Nya dalam Pribadi Sang Juruselamat, Yesus Kristus.
Kalau lagu-lagu kita tidak berbicara secara spesifik tentang sifat, karakter, dan perbuatan Tuhan, kita cenderung mengartikan ibadah sebagai salah satu tipe musik, keadaan emosi yang melambung tinggi, bangunan dengan arsitektur tertentu, nama hari, sebuah perkumpulan, suasana khidmat, waktu untuk bernyanyi atau bunyi-bunyian semata. Lebih parah lagi, kita membuat persfektif kita sendiri tentang Tuhan, membayangkan Dia sesuka hati kita sendiri.
Jadi, bagaimana supaya jiwa-jiwa yang kita pimpin mengagungkan kebesaran dan kemuliaan Allah di hati dan pikirannya masing-masing? Untuk itu Allah sudah memberi kita kitab Mazmur. Kitab Mazmur menggelar tiga kategori di mana kita dapat mengagungkan kebesaran Allah: firman-Nya, sifat-Nya, dan pekerjaan-Nya.
Firman Allah adalah penyataan diri-Nya kepada kita. Jadi, sang Pemazmur mendeklarasikan, “Kepada Allah, firman-Nya kupuji, kepada TUHAN, firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya” (Maz 56:11-12). Dikatakan juga bahwa firman TUHAN itu sempurna, teguh, tepat, murni (Maz 19:8-10).
Dari perspektif kelahiran dan kenaikan Tuhan Yesus, kita dapat melihat kebesaran Allah dalam wujud tritunggal-Nya. Kita menyembah Bapa, Anak, dan Roh Kudus yang dalam kekekalan memiliki hakikat, kesetaraan, dan kemuliaan yang sama. Satu Allah dalam tiga pribadi. Sesungguhnya, ibadah merupakan undangan dari Allah Tritunggal agar kita mengambil bagian dalam persekutuan dan sukacita yang telah disediakannya dari kekekalan, sebelum dunia diciptakan. Kita dipilih untuk bergabung dengan-Nya, menyatakan keagungan, kesempurnaan, dan keindahan-Nya yang tiada batas.
Jadi, bagaimana mungkin seseorang berpikir bahwa menyembah Tuhan adalah hal yang membosankan. Kekudusan, kemuliaan, dan kedaulatan-Nya tidak terbatas. Kebenaran, hikmat, dan kekayaan-Nya tak habis-habisnya.
Salah satu masalah yang kita hadapi:  sering kali kita lebih tertarik dengan apa yang kita lakukan daripada dengan apa yang sudah Tuhan kerjakan. Karena kita cenderung lupa, ibadah jemaat seharusnya menolong kita disegarkan oleh apa yang sudah Tuhan lakukan bagi kita.
Mazmur merupakan contoh bagi kita dalam memuji Tuhan. Puji-pujian ini mengarah pada penyingkapan yang lebih lengkap lagi tentang kemuliaan Allah dalam Yesus Kristus. Ia sudah menyatakan semuanya itu agar kita dapat menyembah Dia. Itulah sebabnya buku-buku yang paling berguna bagi saya untuk mempersiapkan diri memimpin ibadah bukan buku-buku renungan sehari-hari yang acap membawa Tuhan ke level saya, melainkan buku-buku teologi yang memperkaya pengenalan saya akan Tuhan.
Alkitab berulang-ulang memperlihatkan fakta bahwa kebenaran tentang Allah memerlukan respons. Bahkan kita diperintahkan untuk merespons. (Filipi 4:34; Maz 31:24a; Maz 100:2a). Kita memuliakan Tuhan ketika kita bersuka di dalam Dia (Maz 34:9). Bila kita di tengah-tengah penderitaan dan kesesakan itu mengingat lagi sifat-sifat Allah, saat itulah kita menyembah Dia (Maz 77: 8-10).

Jadi, mengagungkan kebesaran Allah melibatkan pengakuan iman kepercayaan kita dan kasih yang mendalam kepada Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar