(lanjutan...)
Bab
3: Pikiranku. Apa yang kupercayai?
Terlepas dari apa yang kita pikirkan dan
rasakan, tidak akan ada ibadah yang berkenan kepada-Nya kalau tidak ada
pengenalan yang benar tentang Allah. Ia ingin kita ‘mengasihi kebenaran’ tentang Dia (2 Tes 2:10). Kita menyembah Dia
yang mengatakan bahwa Dia adalah
kebenaran dan juga menegaskan bahwa ‘kebenaran
itu akan memerdekakan kamu’ (Yoh 14:6; 8:32). Allah menghendaki setiap
orang ‘memperoleh pengetahuan akan
kebenaran’ (1 Tim 2:4). Dan Ia menyatakan murka-Nya kepada mereka yang
menindas kebenaran dengan kelaliman (Roma 1:18).
Sebetulnya
saat kita berbalik dari apa yang benar tentang Allah, saat itu juga kita sudah
terlibat dalam penyembahan berhala.
Dari manakah kita memperoleh pengetahuan
yang benar tentang Tuhan? Dari kebenaran yang tersingkap di dalam Alkitab. Seorang pemimpin ibadah yang hanya sepintas
lalu saja membaca Alkitab tidak akan dapat menjadi pemimpin ibadah yang setia.
Tetapi, bagaimanakah kita dapat memahami segalanya yang dikatakan Alkitab tentang
Allah? Diperlukan proses pembelajaran yang mendalam dan disiplin.
Teologi dan doktrin. Ibadah yang Alkitabiah
tidak dapat dipisahkan dari kedua hal tersebut. Secara harafiah, teologi
berarti belajar tentang Tuhan. Doktrin adalah ‘apa yang diajarkan’ Alkitab
mengenai topik tertentu, seperti ibadah, atau kekudusan, atau gereja, atau
karunia Roh. Paulus berkata kepada Titus bahwa seorang pemimpin jemaat “harus berpegang pada perkataan yang benar,
yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasehati orang
berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya”
(Titus 1:9).
Belajar doktrin adalah belajar Alkitab.
Keduanya tidak bertentangan. Itulah cara kita mencari tahu seperti apakah Tuhan
itu, apa yang Ia ingin kita percayai, bagaimana Ia menghendaki kita menyembah
Dia. Jadi, kita perlu membaca, kita perlu
belajar, karena kita memang akan terus belajar tentang Tuhan seumur hidup.
• Anggapan keliru no. 1: Mempelajari hal-hal ini seharusnya tidak
susah-susah. Kita hidup pada zaman yang serba instan. Hanya dengan 15 menit Saat Teduh, kita
berharap dapat mengalami perubahan hidup. Kita membuka Alkitab, tetapi sesudah
membaca dua paragraf, kita merasa bosan kalau tidak ada hal yang menarik
perhatian kita. Kita ingin segalanya sudah diringkas dan dipermudah supaya kita
tidak perlu lama berpikir, juga tidak perlu mengambil waktu untuk secara
mendalam memeriksa kehidupan kita pribadi.
Sikap seperti itu tidak dapat diterima
kalau kita ingin mengumandangkan kemuliaan Tuhan melalui lagu-lagu setiap hari
Minggu. Belajar mengenal Tuhan adalah proses yang memakan banyak waktu. Tidak
ada jalan pintas. Tidak lain, jalannya hanya ketekunan seumur hidup.
• Anggapan keliru no. 2: Kita dapat mengenal Allah dengan lebih dalam
lagi melalui musik daripada melalui kata-kata.
Musik tidak dapat menggantikan kebenaran
tentang Allah. Musik tidak dapat menolong kita memahami arti keberadaan Tuhan,
peristiwa Allah menjadi manusia, atau penebusan yang dilakukan Kristus demi
menanggung hukuman dosa manusia. Permainan instrumental tidak dapat menjelaskan
kepada kita bagaimana musik berfungsi dalam penyembahan kepada Allah. Untuk
memahami semua itu kita perlu membaca Alkitab. Untuk mengerti apa yang dikatakan
Alkitab, kita perlu teologi yang benar. Teologi yang benar membantu kita
menempatkan musik pada tempatnya yang benar. Musik bukan tujuan ibadah.
• Anggapan keliru no. 3: Teologi dan doktrin memunculkan masalah.
Teologi dan doktrin sebetulnya membuat
hidup lebih sederhana. Kedua hal itu mencegah kita menafsirkan ayat-ayat
Alkitab di luar konteks, mencegah kita berpegang hanya pada ayat-ayat favorit
saja, juga mencegah kita mengambil keputusan atas dasar perasaan saja. Teologi
dan doktrin memperjelas konsep yang sering kali kita gunakan secara kurang
tepat, seperti konsep tentang kemuliaan, Injil, keselamatan, dan kasih.
Semakin kita belajar tentang Tuhan, semakin
kita perlu menyadari bahwa apa yang sudah kita ketahui tidak sebanding dengan apa
yang belum kita ketahui (Roma 11:33-36).
Doktrin dan teologi yang diterapkan dengan
benar justru akan menyelesaikan masalah, bukan menciptakan masalah.
Penutup bab ini: Hati dan pikiran itu
serangkai. Kerinduan yang kuat dan mendalam kepada Tuhan muncul sebagai hasil
dari proses belajar tentang Tuhan (pribadi-Nya, karakter-Nya, dan
pekerjaan-Nya). Pada gilirannya, kerinduan ini akan mendorong kita semakin
tekun lagi belajar tentang Tuhan.
Kalau doktrin kita benar, tapi hati kita
dingin terhadap Tuhan, ibadah kita bisa saja benar namun tidak hidup. Atau
kalau kita mengekspresikan kasih yang menyala-nyala kepada Tuhan, tapi
menyalurkan pemahaman yang kabur, tidak akurat, serta tidak utuh, ibadah kita
seolah semarak, tetapi salah kaprah – kemungkinan besar juga membias kepada
ilah lain. Kedua hal ini tidak membawa kemuliaan bagi Tuhan.
Kita harus lebih akrab
dengan Firman Tuhan daripada dengan instrumen musik kita. Berharap orang-orang
akan pulang dari ibadah yang kita pimpin dengan perasaan yang lebih mengagumi
Tuhan daripada musik kita.
(bersambung...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar