Jumat, 26 Juli 2013

Kunci Keberhasilan Pemimpin Pujian dan Musik

1. Memelihara Hubungan Kuat Dengan Tuhan
Pada awalnya ada beberapa alasan melayani Tuhan seperti rasa terima kasih yang begitu kuat dan mendalam kepada Tuhan karena Ia sudah menebus kita. Selain itu Tuhan juga telah menjadi Sahabat kita yang selalu menyertai kita.
Seorang pelayan yang telah Tuhan panggil untuk melayani orang lain, secara wajar bila rasa terima kasih kepada Tuhan melimpah juga kepada orang lain. Akhirnya seorang pelayan mendapati dirinya memimpin orang-orang untuk menyembah Tuhan seperti yang ia lakukan. Namun, kehidupan penyembahan secara pribadi lebih penting daripada memimpin orang-orang ke dalam penyembahan.
Seiring berlalunya waktu, seorang pelayan mulai menyadari ada hal-hal lain yang yang menyusup tentang pemimpin pujian dan musik ibadah. Seperti kecakapan dan pengertian dalam bidang musik menjadi semakin lebih penting, tipe dan model musik apa yang dipakai dan apa efeknya pada ibadah pujian, hubungan dengan sesama yang mempengaruhi dirinya dalam beribadah. Para pemain musik dan kecakapannya mempunyai peranan yang lebih penting dalam membuat ibadah menjadi lebih baik. Yang lebih menjadi pusat perhatiannya adalah metode, teknik, sarana, reaksi orang-orang, emosi dan konsep-konsep tentang bagaimana memimpin pujian dan musik, bukan Tuhan. Hal-hal inilah yang membuat seorang pelayan jauh dari Tuhan dan tidak lagi menyenangkan hati Tuhan.
Satu-satunya cara untuk menjadi efektif dalam jangka panjang sebaghai pemimpin pujian dan musik ialah: mengejar hubungan yang akrab dengan Tuhan dan secara terus-menerus memperkenankan Dia untuk memenuhi bejana kita. Seorang pelayan mungkin mempunyai cara-cara yang bagus untuk memimpin pujian dan musik dalam ibadah, tetapi di balik itu hatinya hampa. Setiap hari seorang pelayan perlu dibarui dan disegarkan oleh Tuhan dan musik dalam ibadah, tetapi di balik itu hatinya hampa. Setiap hari seorang pelayan perlu dibarui dan disegarkan oleh Tuhan Yesus, Air yang hidup.
Seseorang yang berniat untuk menjadi pemimpin pujian dan musik yang efektif harus memelihara hubungan pribadi dengan Tuhan. Menjalin hubungan akrab memerlukan waktu, bahakn diperlukan banyak waktu untuk membinanya. Begitu pula, penting sekali untuk mengkhususkan waktu untuk menjalin persahabatan dengan Tuhan.

2. Mempunyai Sikap Seorang Hamba
Seorang penyembah Allah yang menjadi teladan bagi kita dalam hal sikap seorang hamba yaitu Daud. Ia menghabiskan waktunya menggembalakan domba-domba milik keluarganya dan mengarang lagu tentang Allah yang setia - Allah yang dilayaninya. Kalaupun tidak ada orang yang melihat atau memperhatikan bakat-bakatnya, ia tetap puas menyembah dan melayani Tuhan. Upah yang diperolehnya ialah mengenal Allah dari dekat dan mengetahui bahwa Allah sendiri akan melindungi dan mencukupi keperluannya.
Sebenarnya, Tuhan tidak memerlukan bakat-bakat kita – Ia menghendaki hati kita. Tuhan sedang mencari hati yang hancur dan remuk, yakni hati yang tidak terpusat pada diri sendiri, melainkan kepada Dia.
Jauh sebelum Yesus belum dilahirkan, Daud sudah memahami konsep seorang hamba dan mengerti betapa pentingnya setia dalam hal-hal yang kecil. Ia mengetahui bahwa masa depannya ada di tangan Allah. Ia memutuskan untuk mempersilakan Tuhan berkarya baginya dengan kedaulatan penuh.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia datamg bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Ia mengajar para pengikut-Nya supaya mereka menjadi seperti itu pula. Kita belum sepenuhnya mengetahui apa artinya menjadi seorang hamba. Kita perlu berdoa, memohon supaya Tuhan menyingkapkan bagaimana kita dapat mencerminkan sikap seorang hamba melalui kehidupan kita masing-masing. Dan setiap hari kita dapat memutuskan bahwa dalam segala sesuatu yang kita perbuat dan katakana, kita akan menjadi hamba yang rendah hati seperti Yesus dan seperti Daud.

3. Mempunyai Hati Seorang Lewi
Demikian engkau harus mentahirkan mereka dari tengah-tengah orang Israel, supaya orang Lewi itu menjadi kepunyaan-Ku. Barulah sesudah itu orang Lewi boleh masuk untuk melakukan pekerjaan jabatannya pada Kemah Pertemuan, sesudah engkau mentahirkan mereka dan mengunjukkan mereka sebagai persembahan unjukan. Sebab mereka harus diserahkan dengan sepenuhnya kepada-Ku dari tengah-tengah orang Israel…(Bil 8:14-16a).
Tujuan utama kaum Lewi ialah member diri kepada Allah. Mereka menjadi persembahan bagi-Nya. Segala hal lainnya dalam kehidupan mereka menduduki nomor dua. Segala sesuatu yang mereka perbuat dan katakan diperuntukkan bagi Allah.
Ada kaitan erat antara apa yang Allah kehendaki dari kaum Lewi dan kita, yang melayani di bidang pujian dan penyembahan. Tuhan tidak sekadar mencari pemain-pemain musik yang berbakat, Ia menginginkan hati kita. Tujuan utama kita dalam kehidupan ini ialah menjadi kemuliaan bagi nama-Nya.
Sebagai pemimpin pujian dan musik ibadah, kita harus menjadi teladan dalam hal hidup bagi kemuliaan Allah. Sesungguhnya Tuhan lebih mementingkan diri kita daripada kecakapan kita. Tujuan utama keberadaan kita bukanlah melakukan sesuatu, tetapi menjadi kemuliaan bagi nama-Nya.
Pernyataan bahwa mereka “diserahkan dengan sepenuhnya” kepada Tuhan bukanlah sesuatu yang dilakukan sekali-sekali saja, itu merupakan kehidupan mereka. Hal ini juga perlu menyerap dalam kehidupan kita. Seorang pelayan harus menyadari bahwa tujuan utama keberadaannya ialah diserahkan dengan sepenuhnya kepada Tuhan. Ini berarti bahwa prioritas pertama seorang pelayan ialah Dia dan panggilan-Nya. Hanya, motivasi kita adalah hendak menghormati Dia dengan kehidupan kita bukan untuk memperoleh sesuatu dari Tuhan.
Semua kecakapan dan bakat kita tidak begitu penting bagi Dia. Yang dikehendaki-Nya adalah kehidupan kita. Tidak ada persyaratan, tidak ada maksud tersembunyi. Kita adalah kepunyaan-Nya…diserahkan sepenuhnya kepada-Nya.

4. Hidup Penuh Pujian dan Penyembahan
Kalau kita belum belajar bagaimana menjalani kehidupan yang penuh pujian dan penyembahan, kita tidak akan dapat masuk sepenuhnya ke dalam momentum ibadah seperti yang dikehendaki Tuhan. Sebagai pemimpin pujian dan musik ibadah, kita harus menjalani kehidupan yang penuh pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Ibadah di gereja tidak ada artinya kalau tidak didahului dengan enam hari ibadah yang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Justru ibadah kita pada hari minggu harus merupakan hasil dari kehidupan ibadah kita kepada Tuhan sepanjang minggu yang baru kita lewati.
Yohanes 4:23 mengatakan bahwa Allah mencari orang-orang yang beribadah kepada-Nya dengan benar. Yang dicari-Nya ialah orang-orang yang beribadah kepada-Nya, orang-orang yang menyembah Dia dengan benar, yang senantiasa hidup beribadah – yang hatinya sujud menyembah Dia.
Kisah para rasul 16 tentang Paulus dan Silas, yang walaupun dalam keadaan sulit dan dipenjara, mereka tetap menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan. Memuji Tuhan dalam keadan krisis bukanlah reaksi spontan kita. Kita seharusnya memupuk pujian dan penyembahan dalam kehidupan kita sehari-hari, kita akan memberi reaksi yang benar saat kita berada dalam suatu krisis; kita akan menyembah Tuhan. Tetapi, ini hanya akan terjadi kalau dalam hidup kita hari lepas hari kita membina diri dalam memuji dan menyembah Dia.
Berulang-ulang Alkitab menasihati kita untuk memuji dan menyembah Tuhan secara berkelanjutan. “Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu” (Maz 34:2a). “dari terbitnya sampai terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN” (Maz 133:3). “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya” (Ibr 13:15).
Kita harus menyadari bahwa menyembah Allah adalah tujuan keberadaan kita yang sesungguhnya. Kita diciptakan untuk memberitakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar. Kehidupan yang sujud menyermbah kepada-Nya ini harus mewarnai segala sesuatu yang kita lakukandan katakan. Kalau kita maumengerti dan berpegang pada konsep Alkitab tadi, dengan sendirinya aka nada perubahan dalam perkumpulan ibadah kita.
Allah menghendaki kita terus-menerus mempunyai sikap hati yang sujud menyembah Allah dalam segala sesuatu yang kita lakukan dan katakana. Pada gilirannya, hal itu akan menyemarakkan ibadah kita bersama.

5. Berterimakasih Kepada Allah
Sebagai orang Kristen, kita harus menjadi contoh orang yang tahu berterima kasih. Kita harus memupuk rasa terima kasih dalam hubungan kita sehari-hari dengan sesama, tetapi lebih penting lagi kita perlu memupuk rasa terima kasih yang tak putus-putusnya kepada Tuhan. Kita sudah diampuni dari semua dosa yang pernah kita lakukan (dan jumlahnya banyak). Maka dari itulah kasih kita kepada Juruselamat kita juga banyak.
Tuhan tidak hanya mengampuni kita, tetapi pengampunan-Nya dan rahmat-Nya selalu baru setiap pagi (Ratapan 3:23). Tuhan terus-menerus mencurahkan rahmat-Nya bagi kita, Tuhan selalu menyertai kita. Sesudah menyadari bahwa kasih-Nya begitu besar, rasa terima kasihmelimpah ruah dari dalam lubuk hati kita.
Merenungkan dan menyelami kasih Tuhan yang mengherankan itu akan menggugah kita untuk menjadi orang-orang yang berterima kasih. Ibrani 13:15 “…Marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah,…”. Mempunyai hati yang berterima kasih tidak selalu mudah, tetapi itu selalu penting. Maka dari itu ada kalanya kita perlu mendesak diri untuk mempersembahkan korban syukur.
Salah satu langkah utama memupuk rasa terima kasih adalah membiasakan diri untuk berterima kasih kepada Allah.
Ketika kaum Israel dipimpin keluar dari tanah Mesir, mereka berterimakasih, tetapi hanya sebentar saja. Kebiasaan menggerutu dan mengomel sudah tertanam dalam diri mereka selama bertahun-tahun perbudakan. Kaum Israel tidak mempunyai gagasan untuk membiasakan diriberterima kasih kepada Tuhan. Kita hendaknya belajar dari kesalahan mereka. Kalau kita belajar berterima kasih dalam situasi apapun, kita akan dapat menempuh kehidupan ini dengan cara yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

6. Berjalan Dalam Kasih Karunia Allah
Pada suatu saat dalam hidup ini kita pernah merasa seakan-akan gagal melayani Tuhan melalui perbuatan dan perkataan kita. Masalahnya adalah kegagalan kita dalam memahami atau mengimani kuasa Injil Yesus Kristus. Sering kali orang tidak menyukai keadaan mereka yang kurang memadai dan kegagalan mereka di hadapan Tuhan. Itulah sebabnya Allah membuka jalan bagi kita untuk memperoleh pengampunan dan supaya kita dapat diterima melalui karya penebusan yang dilakukan Yesus di Kalvari. Saat kita mengakui dosa-dosa kita dengan niat hati untuk meninggalkannya , darah Yesus benar-benar akan menghapus dosa-dosa kita berikut persaan bersalah yang membuntuti kita.
Injil tidak hanya mengandung fakta tentang kuasa Allah, Injil itu sendiri adalah kekuatan Allah “yang menyelamatkan”. Keselamatan itu mengacu pada keseluruhan penebusan (dari dosa, penyakit, kutuk hukum Taurat, dsb) yang sudah dibayar lunas oleh Yesusdi kayu salib. Injil adalah kekuatan Allah.
Dengan menyadari dan dengan berjalan dalam kasih karunia Allah setiap hari, kita akan memperoleh lebih banyak kekuatan daripada kalau kita berusaha hidup dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Meskipun Tuhan tahu bahwa kita akan gagal, Ia tetap memanggil kita ke dalam kerajaan-Nya. Kasih karunia-Nya cukup.
Selagi kita berjalan bersama Tuhan, sudah tentu kita akan gagal lagi di hadapan-Nya. Masalah yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana kita menangani dosa ketika kita terjatuh ke dalamnya. Sifat alamiah kita cenderung bereaksi seperti Adam ketika ia berdosa – berusaha menyembunyikan diri dari Allah. Namun, Allah justru menghendaki kita datang kepada-Nya dengan penuh pertobatan.
Lebih banyak lagi berdoa atau lebih banyak lagi mempelajari Alkitab tidak akan membuat kita akan dipenuhi dalam seluruh kepenuhan Allah walau hal itu merupakan hasil dari mengenal kasih-Nya. Kita akan dipenuhi dalam kepenuhan Allah hanya kalau kita mengerti dan memercayai bahwa Allah sungguh mengasihi kita sebanyak Ia mengasihi kita.
Pengampunan-Nya dapat menutupi kegagalan kitayang mana pun, maka akan lebih mudah bagi kita untuk selalu memercayai Ia dapat memakai kita. Bila kita melihat diri kita sudah dikuduskan dan tidak bercacat cela pada pandangan-Nya maka itu akan megubah kelakuan kita. Mendekatlah kepada Tuhan.

7. Disiplin Diri
Mendisiplin diri sendiri tidak selalu menyenangkan, tetapi itu penting. Kita harus mendisiplin diri dalam banyak hal: berdoa, mempelajari Firman Tuhan, berlatih memainkan alat musik, mempersiapkan diri untuk memimpin, dsb. Dalam hal ini dibutuhkan sikap hati yang tidak setengah-setengah, supaya kita menjadi betul-betul efektif. Jangan biarkan kedagingan, perasaan kita, bahkan sikap orang-orang yag mendikte kita untuk tidak berdisiplin dalam hal-hal tadi, supaya kita menjadi pemimpin yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
“Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!” (1Kor 9:24). Bergeraklah maju dalam Yesus Kristus.
Kita berjuang untuk sesuatu yang lebih mulia daripada yang diperjuangkan oleh atlet-atlet duniawi. Tidak mendisiplin kehidupan kita mungkin tidak akan membuat kita kehilangan keselamatan yang telah kita peroleh, tetapi telinga kita akan menjadi tuli terhadap panggilan luhur dalam kerajaan Tuhan. Berlatih berarti menggembleng. Kita perlu membuat manusia fisik kita tunduk pada apa yang dikatakan oleh Roh Kudus.
Tuhan hanya dapat memakai kita sejauh mana kita bersedia mendisiplin diri sendiri. Ia ingin agar kita menyerahkan kehendak dan daya upaya kita ke dalam kehendak dan kerinduan-Nya bagi kita. Bila tidak, maksud Tuhan bagi hidup kita tidak akan sepenuhnya tercapai.
Kalau kita tidak bersedia melatih tubuh kita ataupun mendisiplin hidup kita, maka kita tidak akan benar-benar efektif dalam memimpin umat Tuhan beribadah. Yakobus 4:7 meberitahu kita hal yang sama. Yakobus menegur para pembacanya yang menyerah terhadap nafsu duniawi. Kemudian ia berkata,”, maka kita tidak akan benar-benar efektif dalam memimpin umat Tuhan beribadah. Yakobus 4:7 meberitahu kita hal yang sama. Yakobus menegur para pembacanya yang menyerah terhadap nafsu duniawi. Kemudian ia berkata,”karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah iblis, maka Iakarena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah iblis, maka ia akan lari dari padamu!”. Kita harus tunduk pada kehenak Tuhan, menaklukkan kehendak kita di bawah kehendak-Nya.
Kita harus bijaksana dala hal tetap mendoakan mereka yang kita pimpin, mereka yang melayani bersama kita, berdoa bagi diri sendiri agar peka terhadap pimpinan Roh Kudus, giat menekuni musik ibadah. Ini merupakan keharusan bagi orang-orang yang ingin menjadi efektif dalam memimpin umat Allah dalam beribadah.

(diringkas dari buku karangan Tom Krauter)

Minggu, 21 Juli 2013

Pemulung

     Malam hari, kira-kira jam 7, aku keluar hendak membeli sesuatu ke warung depan tempat tinggalku. Kulihat ke langit bulan sedang purnama. Hanya tidak terlalu terang. Mungkin langit sedang berkabut yang berasal dari polusi udara. Sesampai di warung, ternyata apa yang kubeli sedang habis. Jadi terpaksa aku ke warung sebelahnya lagi. Berada di sisi lain jalan, agak ke kanan.

     Selagi berjalan ke sana, aku terhenyak melihat seseorang sedang membungkuk di tempat sampah rumah tetangga. Tempat sampah itu berada tepat di sisi samping di luar pintu gerbang rumah itu. Gerbangnya lagi ditutup. Suasana sekitar sepi layaknya komplek perumahan, di mana hampir semua pemilik rumah berada di rumah masing-masing.

     Bulan purnama. Sepi. Jalan lengang maklum ini perumahan, bukan jalan raya. Seorang perempuan di tempat sampah. Berisik. Mengaduk-aduk sampah. Memilih apa yang dia cari, yang mungkin masih bisa terjual olehnya. Begitu kontrasnya suasana. Dalam hatiku ada perasaan aneh. Aku langsung merasa kasihan. Sedih. Hingga aku memaksakan diri untuk tidak melihatnya.

Sekembali  dari warung, pikiranku masih terganggu oleh bayangan aktivitas pemulung tadi.  Betapa sulitnya hidup ini bagi beberapa orang.betapa tidak ramahnya hidup ini bagi sebagian orang. Seperti pemulung tadi. Saat yang lain beristirahat tenang bersama keluarga, sang pemulung masih sibuk bekerja di tempat sampah, di depan rumah orang.

Jumat, 19 Juli 2013

Telat

Kubuka mataku pelan-pelan. Masih mengatuk berat. Dengan meraba-raba dekat kepalaku, kuraih telpon genggamku yang biasanya kuletakkan di sampingku ketika hendak tidur. Kuintip pelan-pelan ke hp ku untuk melihat jam berapa sekarang. Mataku menyipit, masih menyesuaikan dengan cahaya lampu kamar. Aku kaget! Sudah jam setengah tujuh.  15 menit lagi harus sudah tiba di sekolah. Aku langsung berdiri seperti mau perang. Pikiranku kacau. Yang terpikir pertama olehku adalah mandi. Aku langsung pergi mandi. Mandi dengan terburu-buru.

Sehabis mandi, masih dengan ketergesaan yang sama, aku berpakaian. Untungnya baju di lemari ada yang sudah kurapikan sejak kemarin. Langsung kupakai.  Kurapikan rambutku. Kuambil laptopku kumasukkan ke dalam tas. Aku tidak ingat lagi apakah isi tasku sudah benar. Seperti menghilang, aku lansung berangkat ke sekolah. Jam menunjukkan pukul 6.50. ternyata aku cepat juga bersiap-siap. Hanya dua puluh menit. Jarak dari tempatku ke sekolah memang tidak jauh, kurang dari lima menit berjalan kaki sampai. Kusempatkan ke warung depan gerbang sekolah untuk membeli roti, sarapan pagiku. Harusnya aku tiba di sekolah pukul 6.45.


Aku melakukan kesalahan besar pagi ini. Sudah bangun. tapi tidur lagi. Padahal semalam aku tidur lebih awal karena listrik padam. Hujan sangat lebat semalam. Aku belum persiapan mengajar. Dan hasilnya sesampainya di ruang guru pikiranku kalang kabut. Kupikirkan saja hal-hal yang akan kusampaikan yang sama seperti yang pernah kuajarkan di kelas lain sebelumnya. Kebetulan materinya sama. Baru lima menit duduk, lonceng sekolah sudah berdenting, tanda masuk.

Jumat, 12 Juli 2013

Adegan sebelum makan malamku

     Sore yang hujan. Deras sekali. Orang-orang berlarian mencari tempat berlindung. Pengendara motor menepi di tiap tempat yang teduh atau di bawah pohon besar yang tumbuh di pinggir jalan. Hari itu menjelang malam. Cahaya temaram. Sementara aku sedang duduk menunggu pesanan makanan di sebuah warung nasi. Aku memesan nasi putih dengan ayam goreng. Di luar sudah gelap dan masih hujan.
     Di bawah hujan, di tengah genangan air di tepian jalan, seorang bapak tua melintas. Berjalan kaki sambil menarik gerobak di belakangnya. Kalau kutebak umurnya mungkin 60-an tahun. Kepalanya ditutupi dengan kantong plastik hitam sebagai pelindung dari derasnya hujan. Bapak tua itu terlihat sangat letih. Tampaknya gerobak yang ditariknya cukup berat untuk ukuran tubuhnya yang ringkih dan tua. Jalanya pelan.
     Melihat bapak tua yang melintas itu, langsung terpikir olehku betapa kerasnya hidup ini. Panas terik matahari dan derasnya hujan akan dihadapi demi memenuhi kebutuhan hidup. Ditambah lagi harga-harga barang melonjak. 
     Pesananku belum juga datang. Perut sudah lapar.Di luar hujan masih deras. Kuperhatikan orang-orang yang berteduh di teras warung nasi itu, ada lima orang. Mereka memeluk dada sendiri menggigil kedinginan. Aku yakin kami sama-sama menyaksikan bapak tua yang melintas tadi. Satu dua dari mereka, kuperhatikan, mengamati bapak tua itu hingga jauh.
     Suara hujan terdengar sangat keras, mengalahkan suara penggorengan di pojok warung itu. Pelayan warung sibuk merapikan meja bekas pelanggan sebelum aku. Sementara pelayan lain sibuk menggoreng.     Tangannya bergerak naik turun membolak-balik daging yang sedang digoreng.
     Beberapa menit kemudian, makananku siap dihidangkan. Sepiring nasi, masih panas, segelas teh manis panas, serta mangkok cucian tangan. Menyusul sepotong ayam goreng serta sambal pedas di piring berikutnya. Mari bersantap.

Rabu, 10 Juli 2013

Awal Masuk Sekolah dan Ingatan Kecil

Hari ini, sekolah sudah mulai masuk. Aku bangun lebih pagi. Meski agak susah, karena terbuai oleh liburan yang cukup panjang, namun harus bangun. Pagi ini terasa berbeda dari biasanya. Udara dingin. Cuaca di luar agak lembap sehabis hujan kemarin malam. Rasanya ingin tidur lagi. Tapi itu bukan pilihan yang baik. Aku bangun. Mengucap doa. Mandi. Berpakaian rapi. Siap berangkat. Kira-kira seperti itu kesibukanku pagi ini. Aku tidak sempat sarapan. Padahal biasanya aku sarapan dulu dan minum secangkir kopi panas.

Aku berangkat kerja. Jarak kost ke sekolah tidak jauh. Cukup berjalan dua tiga menit, sampai. Setiba di gerbang sekolah, aku sedikit kaget. Ramai sekali. Anak sekolah, orang tua, guru-guru terlihat sibuk. Suasana di halaman sekolah lumayan ribut. Hilir mudik orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah. Jarak gerbang hingga ke gedung seolah kira-kira seratus meter.  Aku lewati keramaian tersebut, sambil sesekali menyingkirkan badan menghindari orang-orang yang lalu lalang. Terlihat beberapa siswa baru, sebagian ditemani oleh orang tua mereka.

Mungkin karena hari ini hari pertama masuk sekolah, jadi suasananya terlihat sangat ramai. Lebih ramai dari hari biasa. Melihat suasana ini, aku jadi teringat masa-masa aku sekolah dulu. Seingatku, aku tidak pernah diantar oleh orang tuaku di awal masuk sekolah. Generasi sekarang mungkin beda. Atau ini hanya terjadi di kota. Tidak seperti di kampung halamanku. Aku sendiri, dari SD hingga SMA, tidak pernah tinggal di luar kota. Kampungku terletak di sebuah pulau di sebelah barat pulau Sumatra, pulau yang kecil, Nias. Baru setelah lulus SMA, aku merantau ke Jakarta.

Anak-anak sekarang terlihat lebih manja dan sepertinya kurang mandiri. Segala sesuatu diurus oleh orang tua. Bahkan ke sekolah pun masih diantar-jemput. Padahal sudah tingkat SMP. Kalau masih SD, ya, masih wajar. Tapi, tetap, di mataku ini benar-benar aneh. Karena sejak SD pun, aku dan saudara-saudaraku saat itu jalan sendiri ke sekolah. Diantar hanya kalau sedang hujan. Inilah generasi sekarang, punya ciri tersendiri. Apalagi kalau di rumah segala sesuatu mudah diperoleh. Hanya dengan meminta, langsung diberi. Bagaimana tidak? orang tua juga sibuk kerja. Mampu mencukupi kebutuhan finansial, namun kebutuhan anak akan perhatian orang tua kurang diperhatikan.

Ini hanya sekadar uneg-uneg di pagi hari yang sempat kuingat, lalu kutuliskan

Selasa, 09 Juli 2013

Cerita 2009 - 2013 (Tentang Pekerjaanku)

     Sudah lama sekali aku tidak menceritakan kisahku. Bahkan menuliskannya pun tidak. Terlalu banyak hal yang kulewati hingga aku tak sanggup lagi mengingat detailnya. Ini barangkali bagian yang kuingat, bukan satu-satunya, yaitu perjalanan kerjaku yang hampir-hampir membuatku menyerah untuk hidup. Setelah lulus kuliah, aku tidak langsung bekerja sebagaimana lulusan lainnya yang berburu kerja sesaat setelah lulus. Aku masih terlibat dalam kegiatan kerohanian di kampus. Ini adalah komitmen. Jadi, aku harus menyelesaikannya hingga periode kepengurusan selesai, Februari 2010. Aku lulus Agustus 2009. Bayangkan, enam bulan setelah pengumuman kelulusan, aku masih aktif di kampus. Baiklah itu tidak jadi masalah, bergelar alumni tapi masih keliaran di kampus. Masalahnya adalah uang kiriman dari orang tua sudah hampir berhenti mengalir. Aku berpikir sudah saatnya aku hidup mandiri dan harus mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Nah, sebagai penopang kebutuhan, aku mengambil kerja sampingan, les privat. Aku masih ingat gaji pertamaku dari mengajar privat tidak sampai lima ratus ribu rupiah. Ini baru permulaan, pikirku, tidak masalah.

    Februari, tahun 2010 tiba. Masa komitmen pelayanan di kampus selesai. Aku berniat mencari kerja tetap. Eh... malah ditawari menjadi tim kerja persekutuan mahasiswa kristen wilayah Jakarta Timur. Awalnya ada niat untuk menolak. Alasannya beragam jika kuceritakan. Mulai dari perasaan malu karena belum mendapat pekerjaan tetap hingga paksaan dari orang tua untuk bekerja... Singkat cerita, aku bersedia. Mungkin ini namanya panggilan hati. Sebanyak apapun alasan yang tersedia, jika hati terpanggil, laksanakan! Ini berlangsung selama enam bulan, hingga Agustus. Aku masih bekerja sebagai guru privat. Aku masih ingat anak privatku saat itu bernama Erwin. Sekarang dia melanjutkan sekolah di Bangka, kota kelahirannya.
Waktu bergulir.

     Tahun 2010 sudah hampir tiba di penghujungnya. Agak sulit untuk mencari pekerjaan bulan-bulan itu. Tapi, aku terus berusaha mencari. Hingga aku diterima di sebuah bimbel sains, Galileo Junior, pada bulan Agustus awal. Bagiku, bimbel ini tepat. Dan aku suka. Bergerak di bidang sains dan matematika. Bekerjasama dengan beberapa sekolah terkenal untuk menjalankan program sains. Namun, masalah selalu ada. Hubunganku dengan pimpinan di bimbel ini kurang baik. Tak perlu kujelaskan. Hingga bulan Desember aku memutuskan mengundurkan diri. Januari 2011 aku tidak bekerja lagi, hampir sebulan penuh. Hingga aku dipanggil kembali oleh bimbel yang lama untuk bekerja. Karena kebetulan mereka butuh tenaga pengajar. Aku terima dengan beberapa persyaratan. Akhir Januari aku kembali bekerja di bimbel itu. Dan, terulang lagi, apa yang sudah disepakati berbeda dengan pelaksanaan saat kerja. Aku berniat keluar. Namun, karena aku sudah berjanji kerja hingga Juni, aku tetap melaksanakan kerjaku. Saat itu aku memegang bagian pengembangan program sains. Mengembangkan program yang sudah ada dan sekaligus menciptakan program baru atau percobaan-percobaan sains sederhana yang baru. Tidak sampai Juni, akhir Mei, aku resign dari kerjaan tersebut dengan alasan yang tidak bisa kujelaskan di sini.

     Bulan Juni 2011 aku kembali menjadi pengangguran. Sebulan penuh kumanfaatkan untuk berburu kerja. Saat itu targetku adalah mengajar di sekolah. Dua tiga lowongan kudapatkan. Kuikuti ujiannya. Pertama, tidak diterima. Kedua dan ketiga masih belum ada jawaban. Awal Juli aku mendapat penggilan dari lowongan ketiga. Langsung kuterima. Dan itulah sekolah di mana aku mengajar hingga saat ini.

     Jika dihitung sejak aku bekerja di sekolah Eka Wijaya, sudah dua tahun aku mengajar di sana, hingga aku menuliskan ini. Bukan tanpa masalah. Di awal pun ada masalah. Kesepakatan, aku mengajar di SMP, tapi kenyataannya aku ditempatkan di SMK. Mengajar matematika keuangan pula. Bidang yang belum kukuasai saat itu. Oke kujalani saja sambil mengajar aku juga belajar. Belajar hal baru, matematika keuangan terutama.

     Setahun di Eka Wijaya berlalu. Tahun kedua aku ditempatkan di SMP. Matematika lagi. Padahal aku lulusan pendidikan fisika. Aku suka fisika. Jadi, bila diamati sejak aku lulus, aku tidak pernah mengajar fisika. Karena sudah lama tidak dipelajari ulang, lumayan banyak lupa. Aku malah jatuh cinta mengajar matematika di SMP.

     Sekarang, aku memasuki tahun ketiga mengajar di Eka Wijaya. Nah, pada kesempatan ini aku dipercayakan mengajar fisika. Memang aku banyak lupa, karena sudah empat tahun tidak buka buku fisika, namun aku harus belajar lagi. Lebih giat lagi dari yang sudah-sudah.

     Itulah perjalanan kerjaku setelah aku lulus hingga pertengahan tahun 2013 ini.

     Jangan tanyakan masalah percintaanku.hehe... Itu punya kisahnya sendiri, yang kelak aku ceritakan kepada seseorang yang bersedia kuceritakan dan bersedia mendengarkanku.

Salam.