Jumat, 12 Juli 2013

Adegan sebelum makan malamku

     Sore yang hujan. Deras sekali. Orang-orang berlarian mencari tempat berlindung. Pengendara motor menepi di tiap tempat yang teduh atau di bawah pohon besar yang tumbuh di pinggir jalan. Hari itu menjelang malam. Cahaya temaram. Sementara aku sedang duduk menunggu pesanan makanan di sebuah warung nasi. Aku memesan nasi putih dengan ayam goreng. Di luar sudah gelap dan masih hujan.
     Di bawah hujan, di tengah genangan air di tepian jalan, seorang bapak tua melintas. Berjalan kaki sambil menarik gerobak di belakangnya. Kalau kutebak umurnya mungkin 60-an tahun. Kepalanya ditutupi dengan kantong plastik hitam sebagai pelindung dari derasnya hujan. Bapak tua itu terlihat sangat letih. Tampaknya gerobak yang ditariknya cukup berat untuk ukuran tubuhnya yang ringkih dan tua. Jalanya pelan.
     Melihat bapak tua yang melintas itu, langsung terpikir olehku betapa kerasnya hidup ini. Panas terik matahari dan derasnya hujan akan dihadapi demi memenuhi kebutuhan hidup. Ditambah lagi harga-harga barang melonjak. 
     Pesananku belum juga datang. Perut sudah lapar.Di luar hujan masih deras. Kuperhatikan orang-orang yang berteduh di teras warung nasi itu, ada lima orang. Mereka memeluk dada sendiri menggigil kedinginan. Aku yakin kami sama-sama menyaksikan bapak tua yang melintas tadi. Satu dua dari mereka, kuperhatikan, mengamati bapak tua itu hingga jauh.
     Suara hujan terdengar sangat keras, mengalahkan suara penggorengan di pojok warung itu. Pelayan warung sibuk merapikan meja bekas pelanggan sebelum aku. Sementara pelayan lain sibuk menggoreng.     Tangannya bergerak naik turun membolak-balik daging yang sedang digoreng.
     Beberapa menit kemudian, makananku siap dihidangkan. Sepiring nasi, masih panas, segelas teh manis panas, serta mangkok cucian tangan. Menyusul sepotong ayam goreng serta sambal pedas di piring berikutnya. Mari bersantap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar